Taqdir; Nikmati Syukuri
Taqdir…
Pernah ‘nakal’, sempat terpikir, “pantas saja Allah Subhanahuwata’ala
tempatkan pada posisi terakhir dalam Rukun Iman, Iman pada Qodo dan Qodhar (Taqdir)”
Lhoo…memangnya kenapa?
Subhanalloh
Iman pada Qadha dan Qadhar (Taqdir)
point di hati punya peran berbeda, selalu punya cerita sendiri yang menguras
energi lahir bathin di setiap ritme hidup perdetak nafas (lebay akut, maaf) ^^
Boleh kita menelisik sedikit,
mengimani rukun Iman pertama Iman pada Allah Subhanahuwata’ala merupakan sesuatu yang seolah tanpa tawar menawar
dalam hati, diterima begitu saja meski tak tampak nyata.
Begitupun mengimani rukun Iman
berikutnya yaitu Iman pada Malaikat dan seterusnya sampai Iman pada hari
kiamat. Doktrin yang begitu saja tiba-tiba jiwa menerimanya.
Sampailah pada Rukun Iman terakhir,
Iman pada Qodho dan Qodar.
Lho
kok begini amat hati dan otak?
Terutama saat peran minor yang
harus dijalani, duka lara nestapa air mata kecewa ah… sungguh takuasa tuk
dijalani rasanya.
Ga mauuu pokonya ga mauuu aku tak
sangguuppp huhuu _lebay lagi_memang sudah akut dikata -_-
Garis takdir makhluq-Nya, sudah ditetapkan jauh sebelum kita dilahirkan, semua tertulis di Lauh Mahfudz
Arab-Latin:
Wa 'indahụ mafātiḥul-gaibi lā ya'lamuhā illā
huw, wa ya'lamu mā fil-barri wal-baḥr, wa mā tasquṭu miw waraqatin illā
ya'lamuhā wa lā ḥabbatin fī ẓulumātil-arḍi wa lā raṭbiw wa lā yābisin illā fī
kitābim mubīn
Terjemah
Arti:
“Dan pada sisi Allah-lah kunci-kunci semua yang ghaib; tidak
ada yang mengetahuinya kecuali Dia sendiri, dan Dia mengetahui apa yang di
daratan dan di lautan, dan tiada sehelai daun pun yang gugur melainkan Dia
mengetahuinya (pula), dan tidak jatuh sebutir biji-pun dalam kegelapan bumi,
dan tidak sesuatu yang basah atau yang kering, melainkan tertulis dalam kitab
yang nyata (Lauh Mahfudz)" (Q.S. al-anam:59)
Tidak ingin tergolong bagian dari umat yang tidak
mengimani salah satu rukun Iman, ketika diri kelelahan tak mampu menerima garis
hidup yang harus dijalani, jagalah kami oh Robbi
Nikmati, syukuri...
Adagium (pribahasa) yang kadang
terasa ‘giung’ (baca;bosan) untuk didengar,
tapi memang seharusnya memampukan
diri untuk mampu
seperti itu.
Nikmati, syukuri, nikmati, syukuri,
nikmati, syukuri, nikmati, syukuri, nikmati, syukuri, nikmati, syukuri.
Proses instalasi bagi diri,
ikhlaskan ya diulang ulang ^^
Pedoman-Nya:
Arab-Latin:
wa iż ta`ażżana rabbukum la`in syakartum
la`azīdannakum wa la`ing kafartum inna 'ażābī lasyadīd
Terjemah
Arti: Dan (ingatlah juga), tatkala
Tuhanmu memaklumkan; "Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan
menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya
azab-Ku sangat pedih". (Q.S.Ibrahim:7)
Na’udzubillahimindzalik dari azab, tambahan nikmat adalah do’a kita semua
Syukur, satu kata
yang sangat mashyur , semoga kemashyurannya menjadi pematri dalam hati untuk
selalu di yakini, selalu diucapkan dan tentunya diamalkan. Syukur dalam ujian
kebahagiaan, sabar dalam ujian kesedihan.
Bagaimanapun... jalan taqdir yang
harus dijalani adalah ‘kekuatan’
Ya! Sesuatu yang akan jadi ‘batre’ dalam
memperjuangkan fase-fase kehidupan berikutnya yang muaranya kelak syurga, Aamiin.
Sampai detik ini masih Allah SWT
karuniakan kesempatan nafas, Alhamdulillahirobbil’aalamiin. Allah ciptakan kita
hanya untuk beribadah, sesungguhnya kita milik-Nya dan kepada-Nya kita
kembali.
Tulisan kecil ini
hanya sebagai pengingat diri penulis, cambuk diri tepatnya.
Allah Maha Tahu
setiap isi hati, semoga Engkau ampuni dan rahmati.
0 Komentar